BALIKPAPAN, denai.id - Pemerintah secara aktif mendorong
hilirisasi industri dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di
dalam negeri. Sebagai gambaran, peningkatan nilai tambah dari pengolahan bijih
nikel menjadi nickel matte adalah 14 kali, bila menjadi nikel murni bahan baku
baterai bisa mencapai 19 kali, dan bila menjadi prekursor akan mencapai 340
kali.
Saat ini, pemerintah secara aktif mendorong hilirisasi
industri dalam rangka peningkatan nilai tambah bahan baku mineral di dalam
negeri. “Sejak kepemimpinan Bapak Presiden Joko Widodo, terus menerus
(berupaya) agar semua nilai tambah tetap berada di Indonesia,” ujar Menteri
Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita saat meresmikan groundbreaking
industri smelter nikel PT Mitra Murni Perkasa di Balikpapan, Senin (11/9).
Pembangunan industri smelter dalam rangka program hilirisasi
diharapkan dapat memberikan penyediaan bahan baku yang beragam serta dalam
jumlah yang cukup sehingga dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan
sektor industri lainnya. Seiring dengan hal tersebut, pemerintah juga telah
menerapkan berbagai kebijakan dan inisiatif untuk menarik investasi domestik
dan luar negeri dalam mendorong pendirian industri baru dan perluasan industri
yang ada.
Agus menyampaikan, sebagai sektor strategis dalam
perekonomian dan salah satu motor penggerak bagi subsektor industri manufaktur
lainnya, industri logam terus tumbuh double digit dalam beberapa tahun
terakhir. Di tahun 2022, PDB sektor industri logam dasar sebesar Rp124,29
triliun atau tumbuh 14,80 persen dibanding 2021.
Saat ini terdapat 38 smelter nikel stand alone yang telah
beroperasi di bawah binaan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dengan nilai
investasi mencapai USD15,8 Miliar. Dari 38 smelter tersebut, 35 di antaranya
adalah smelter pyrometallurgy, sedangkan sisanya merupakan smelter
hydrometallurgy dengan produk akhir MHP (Mixed Hydroxide Precipitate) yang
dapat diolah lebih lanjut menjadi bahan baku baterai kendaraan listrik.
Kemenperin telah menyusun peta jalan pengembangan industri
kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB), yang di dalamnya
menyebutkan target kuantitatif produksi KBLBB roda empat atau lebih sebesar 1
juta unit pada tahun 2035, serta KBLBB roda dua atau tiga mencapai 12 juta unit
pada 2035.
“Sesuai target tersebut, proyeksi kebutuhan nikel sebagai
bahan baku baterai khususnya jenis baterai NMC 811 (Nickel, Manganese, Cobalt)
dalam mendukung program pengembangan EV (electric vehicles) akan terus
meningkat,” jelas Menperin.
Sebagai upaya memenuhi kebutuhan bahan baku serta
memprioritaskan hilirisasi industri di dalam negeri, Kemenperin mengapresiasi
investasi industri smelter nikel di Indonesia, salah satunya PT Mitra Murni
Perkasa (MMP) yang merupakan perusahaan dengan 100 persen Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN). Rencana kapasitas produksi smelter nikel tersebut sebesar 27.000
MT nickel matte per tahun dan akan digunakan untuk menjadi bahan baku baterai.
Smelter nikel ini dijadwalkan melakukan commissioning pada 2025.
Agus menambahkan, PT MMP akan menjadi smelter nikel kedua di
Indonesia yang memproduksi nickel matte. “Hal ini membuktikan bahwa PMDN juga
mampu hadir, membangun sebuah proyek industri smelter nikel yang begitu besar,
bernilai puluhan triliun Rupiah, untuk mendukung industri baterai listrik
nasional,” jelas Agus.
Pemerintah memberikan apresiasi kepada seluruh investor dan jajaran Direksi PT Mitra Murni Perkasa atas komitmennya dalam membangun industri smelter nikel di Indonesia dalam rangka ikut menyukseskan program hilirisasi serta menjadi langkah penting menuju Indonesia Emas 2045. “Kemenperin senantiasa mendukung dan memfasilitasi kebutuhan pelaku usaha industri di dalam negeri. Kami akan mengawal PT MMP agar seluruh kegiatan dapat berjalan sesuai rencana dan sesuai dengan tahap yang direncanakan,” pungkasnya. (nad)
Tulis Komentar