JAKARTA, denai.id - Kementerian Perindustrian secara berkesinambungan mencari solusi penurunan emisi gas buang pada mesin pembakaran-dalam (internal combustion engine), salah satunya dengan penggunaan bioaditif bahan bakar minyak (BBM) berbasis minyak atsiri.
“Bioaditif berfungsi untuk menyempurnakan pembakaran BBM di
dalam ruang bakar mesin sehingga dapat mengurangi emisi gas buang
dengan menstabilkan kepadatan (density) dan memperbaiki atomisasi bahan
bakar sehingga menghasilkan pembakaran yang lebih sempurna, lebih bersih,
efisien, dan mengurangi konsumsi BBM,” kata Direktur Jenderal Industri
Agro Kemenperin, Putu Juli Ardika, Senin (11/9).
Saat menerima audiensi ketua dan pengurus Perkumpulan
Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri Indonesia beberapa waktu lalu, Dirjen Industri
Agro menegaskan bahwa pihaknya telah memfasilitasi penyusunan standar mutu
produk bioaditif melalui SNI Nomor 8744:2019 Bioaditif berbasis minyak atsiri
untuk bahan bakar motor diesel.
“Ini adalah langkah penting dalam memastikan bahwa
produk bioaditif berbasis minyak atsiri memenuhi standar mutu dan
kompatibilitas sesuai yang ditetapkan,” terangnya.
Ketua Perkumpulan Bioaditif Berbasis Minyak Atsiri
Indonesia, Raeti menyampaikan data hasil pengujian produk bioaditif BBM
minyak atsiri oleh laboratorium pengujian (Trakindo, Petrolab dan LEMIGAS)
masing-masing untuk alat berat, mesin diesel statis (genset) dan kendaraan
bermotor diesel.
Hasil ujimenunjukkan bahwa penggunaan bioaditif mampu
menurunkan emisi karbon (COx) hingga 83,78%, emisi nitrogen (NOx) hingga
85,22%, kadar pengotor partikel (4 micron, 6 micron, dan
10 micron) hingga 80 – 85%, dan penurunan kadar air (moisture)
pada bahan bakar hingga 10,52%.
Raeti menambahkan bahwa produk Bioaditif BBM telah
dikembangkan sejak tahun 1990-an dan telah dijual secara business to
business sejak tahun 2006 untuk sektor industri, pertambangan, dan sektor
komersial lainnya dengan kinerja yang baik.Produk bioaditif BBM berasal
dari bahan organik minyak atsiri yang 100% dibudidayakan oleh petani lokal dan
diolah menjadi produk bernilai tambah tinggi.
“Penggunaan Bioaditif BBM hanya sebanyak 1 permil (1
per seribu) bagian dari volume BBM dengan cara diteteskan ke dalam tangki bahan
bakar tanpa proses atau peralatan blending khusus,” tuturnya.
Putu menambahkan bahwa produk aditif BBM bukanlah hal baru. Beberapa negara seperti Jerman, Amerika, dan Australia telah mengembangkan produk aditif BBM berbasis petroleum. Indonesia sangat potensial untuk mengembangkan aditif BBM berbasis bahan baku organik dengan harga yang kompetitif dan berkelanjutan (sustainable). (nad)
Tulis Komentar