JAKARTA, denai.id – Satu di antara dua anak yang diduga
mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal (GGAPA) atau acute kidney
injury (AKI) dinyatakan negatif. Satu lainnya meninggal karena GGAPA dan dicurigai
sumber keracunan etilena glikol (EG) tidak dari obat sirup.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik
Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi mengungkapkan, anak yang dirawat
dinyatakan negatif gagal ginjal akut. Hasil pemeriksaannya tidak ada tanda yang
mengarah pada penyakit tersebut. ”Kasus yang suspect sudah negatif,” ujar Nadia, kemarin (9/2).
Untuk pasien yang meninggal, lanjut dia, sudah
terbukti mengarah pada GGAPA. Pasien tersebut berusia 1 tahun. Sehingga, yang
dikonsumsi baru susu dan makanan pendamping ASI (MPASI).
Dugaan MPASI itu perlu ditelisik lebih
jauh. ”Bubur instan yang bubuk,” kata Nadia mengenai jenis MPASI tersebut. Sebab,
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengumumkan obat yang dikonsumsi pasien
tersebut aman dari cemaran EG yang melebihi ambang batas.
Pada bubur instan tersebut juga mengandung
sorbitol. Zat kimia tersebut berisiko memiliki cemaran EG. Namun, penyelidikan
lebih lanjut terkait dugaan itu perlu dikembangkan. Penyelidikan juga dilakukan
pada obat sirup merek Proxion yang sebelumnya diminum pasien. Obat tersebut
dinyatakan aman oleh BPOM. Tapi, Kemenkes tetap melakukan pengujian obat
menggunakan laboratorium independen. ”Hasilnya tujuh sampai 10 hari,”
ungkapnya.
Terpisah, menurut Guru Besar Ilmu Farmasi UGM Zullies Ikawati, pernyataan BPOM yang mengungkapkan bahwa Proxion tidak mengandung zat kimia EG secara berlebihan seharusnya memunculkan adanya kemungkinan lain.
Untuk itu, diagnosis harusnya tak hanya berdasar riwayat
minum obat apa, tapi juga konsumsi lainnya. Sebab, EG dan dietilena glikol
(DEG) tidak hanya terdapat pada obat sirup. ”Tidak hanya dinyatakan kasus
konfirmasi. Tapi, terkonfirmasinya seperti apa?” katanya.
Sementara itu, Ketua PBHI dan Tim Advokasi Korban Gagal Ginjal Akut Julius Ibrani mendorong pemerintah segera menetapkan kasus gagal ginjal akut sebagai kejadian luar biasa (KLB). Tujuannya ada mitigasi cepat dan upaya preventif. ”Ke depan, kita juga mendorong terbitnya kebijakan-kebijakan yang sifatnya taktis, tanpa perlu menunggu waktu yang lama,” ucapnya. (nad)
Tulis Komentar