JAKARTA, denai.id – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengakui bahwa fasilitas kesehatan di Indonesia kurang. Adanya fasilitas BPJS Kesehatan, membuat akses kesehatan mudah. Sayangnya rumah sakit kurang, alat kesehatan, dan dokter tidak seimbang dengan kebutuhan.
“Masalah kita sekarang adalah kurang. Kalua ada, yang bisa memberikan layanan yang dibutuhkan oleh masyarakat kurang,” tutur Menkes Budi kemarin (5/1). Terutama untuk penyakit jantung, kanker, dan stroke. Akhirnya tiga penyakit ini jadi biang kematian.
Dia mencontohkan jika masyarkat terkena serangan jantung, tidak semua rumah sakit di kabupaten/kota memiliki fasilitas untuk memasang ring. Pemasangan ring ini menjadi salah satu cara penanganan penyakit jantung.
“Saya juga dengar dari dokter anak kalua 1/100 bayi lahir ada kelainan jantung bawaan,” katanya. Ada 12500 bayi harus dioperasi dalam waktu satu tahun. Jika tidak, bisa meninggal. Padahal kapasitas operasi jantung anak hanya 6000 kasus pertahun. “Kita tidak punya dokter jantung yang cukup untuk operasi,” imbuhnya.
Sehingga Kemenkes menargetkan pada 2024 ada 514 kabupaten/kota dapat memiliki rumah sakit tingkat madya. Artinya, setidaknya ada layanan pasang ring, bedah tumor dasar, hemodialisa, dan bisa melakukan persalinan dengan usia kandungan lebih dari 34 minggu. “Ternyata untuk 514 kabupaten/kota baru mampu menyelesaikan 50 persen. Sisanya dikejar hingga 2027,” ungkapnya.
Namun, Kemenkes berjanji tahun depan seluruh provinsi bisa memiliki rumah sakit yang mumpuni. “34 rumah sakit provinsi harus masuk rumah sakit utama,” ungkapnya. Sehingga bisa melayani bedah jantung terbuka dan bedah kepala.
Kemenkes memang sengaja untuk mengatur jenjang layanan Kesehatan ini. Mereka juga akan memberikan alat kesehatan dan sumber daya manusianya untuk membatu.
Akhir tahun lalu ada dana Rp 3,55 triliun yang didistribusikan ke rumah sakit di daerah. Tujuannya agar bisa melengkapi alat kesehatan untuk penyakit jantung, stroke, dan kanker. Dana bantuan pemerintah telah disalurkan kepada 150 RSUD dan 25 RSUP di 34 provinsi.
“Kami sudah bertekat semua obat, vaksin, dan alat kesehatan yang dibutuhkan masyarakat Indonesia akan dibangun industrinya,” tutur Budi.
Lalu Budi menegaskan bahwa dokter di Indonesia kurang. Perbandingannya 0,5 banding 1000. “sangat kurang. 270 ribu dokter yang dibutuhkan untuk melayani penduduk Indonesia,” ungkapnya. Saat ini yang benar-benar praktik 120 ribu. Kekurangannya bisa dipenuhi selama 13 tahun karena setiap tahun hanya ada 12.000 lulusan fakultas kedokteran.
Kekurangan ini menyebabkan banyak layanan kesehatan di Indonesia, utamanya puskesmas, tidak ada dokter. Banyak juga masyarakat yang harus ke luar negeri. Dokter-dokter pun banyak yang praktik sampai malam.
Hanya 20 fakultas kedokteran saja yang terdapat pendidikan dokter spesiali. Lulusannya pun hanya 200an dokter spesialis menurut Budi. “Di seluruh dunia, dokter spesialis itu pembentukannya di rumah sakit diatur oleh kolegium,” katanya.
Budi menegaskan tidak ada calon dokter spesialis di dunia yang harus membayar ke fakultas kedokter. “Karena di seluruh dunia, untuk jadi dokter spesialis itu dibayar. Sehingga untuk jadi dokter spesialis itu lebih mudah,” ucap Budi. Dia pun mendapat banyak protes dari calon dokter spesiali di Indonesia. “Ini nanti kita akan perbaiki,” imbuhnya. (nad)
Tulis Komentar