Kartu Prakerja Berlanjut, Insentif Naik jadi Rp 4,2 Juta

$rows[judul] Keterangan Gambar : Pemerintah melanjutkan program kartu prakerja tahun ini.

JAKARTA, denai.id – Program Kartu Prakerja dilanjutkan kembali di tahun ini dengan skema normal. Menko Perekonomian Airlangga Hartanto menuturkan, artinya program Kartu Prakerja tidak menggunakan skema bansos lagi.


‘’Sekali lagi skemanya bukan semi bansos lagi, tetapi skema normal yang diatur dalam Perpres 113 Tahun 2022 dan pelaksanaannya oleh permenko ekonomi 17 Tahun 2022,’’ ujarnya pada konferensi pers, kemarin (5/1).


Airlangga memerinci, di tahap awal, total anggarannya mencapai Rp 2,67 triliun. Sebanyak 595 ribu orang dibidik pada tahap awal. Namun, secara total sepanjang tahun 2023 ditujukan untuk 1 juta orang penerima manfaat. Oleh karena itu, dibutuhkan anggaran tambahan sebesar Rp 1,7 triliun untuk 450 ribu orang.


‘’Targetnya untuk 595.000 orang dan di tahun ini diputuskan sebetulnya jumlah pesertanya adalah 1 juta orang, sehingga totalnya kita membutuhkan tambahan anggaran sebesar Rp 1,7 triliun di tahun ini karena Rp 2,67 triliun itu untuk 595 ribu orang dan untuk itu perlu ditambahkan 450 ribu orang,’’ ujarnya.


Pada tahun ini, Kartu Prakerja difokuskan sebagai bantuan peningkatan skill dan produktivitas angkatan kerja. Pelatihan pun akan dilakukan secara luring (offline) maupun daring (online), berbeda dari sebelumnya yang sepenuhnya secara daring. Nantinya, jam pelatihan pun menjadi lebih lama yakni minimal 15 jam.


Sebelumnya minimal 6 jam. Nilai bantuan yang akan diterima peserta pun berbeda. Menjadi sebesar Rp 4,2 juta per individu, dari sebelumnya Rp 3,5 juta per individu. Namun, biaya pelatihan menjadi lebih tinggi ketimbang insentifnya. Terdiri dari biaya pelatihan sebesar Rp 3,5 juta, insentif pascapelatihan Rp 600.000 yang akan diberikan sebanyak 1 kali, serta insentif survei Rp 100.000 untuk dua kali pengisian survei.


Berbeda dari skema semi bansos sebelumnya, di mana peserta mendapat biaya pelatihan sebesar Rp 1 juta, insentif setelah pelatihan Rp 2,4 juta yang diberikan sebanyak empat kali selama empat bulan (Rp 600.000 per bulan), dan insentif survei sebesar Rp 150.000.


‘’Jadi tahun ini bauran bantuan ataupun biayanya adalah per orang Rp 4,2 juta, namun biaya pelatihannya lebih tinggi. Kalau pada saat skema bansos pelatihan lebih rendah daripada bantuan,’’ jelas Airlangga.


Karena tak menggunakan skema semi bansos, program Kartu Prakerja tahun ini dibuka pula untuk para penerima bansos dari kementerian/lembaga lainnya, seperti bantuan yang disalurkan Kementerian Sosial, Bantuan Subsidi Upah, atau Bantuan Pelaku Usaha Mikro (BPUM).


Selama 2022, sebanyak 4.984.790 orang telah tercatat sebagai lulusan Kartu Prakerja. Adapun anggaran yang telah digelontorkan mencapai Rp 17,84 triliun, dari total anggaran Rp 18 triliun, atau terserap 99,12 persen. Sementara itu, Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (ASPEK) Mirah Sumirat menduga, kebijakan perpanjangan program kartu prakerja ini ditujukan untuk meredam gejolak Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) 2/2022 tentang Cipta Kerja (Ciptaker).


Pasalnya, kebijakan muncul tiba-tiba dan berbarengan dengan gelombang penolakan Perppu Ciptaker oleh buruh/pekerja hingga unsur masyarakat lainnya. ”Walaupun kalau ditanya pemerintah pasti bilang enggak. Tapi memang kesannya begitu karena berbarengan,” ujarnya.


Apalagi, lanjut dia, program ini sejatinya banyak yang tidak tepat sasaran di periode-periode sebelumnya. Pihaknya bahkan pernah meminta agar program ini dihentikan. ”Tapi katanya tahun ini akan berbeda,” sambungnya.


Dia berharap, perubahan yang dilakukan tak hanya perkara sisi anggaran dan pelatihan yang kini mulai menjangkau sesi offline. Namun, harus betul-betul tepat sasaran. Alih-alih hanya menunggu pendaftaran dari para calon peserta, pemerintah pusat didorong bekerja sama dengan dinas ketenagakerjaan (disnaker) hingga dinas pendidikan (dispendik) di daerah guna menjaring para angkatan kerja.


Misalnya, siswa SMA, SMK, maupun mahasiswa yang memang akan bekerja. Lalu, mendata berapa pekerja yang memang betul-betul membutuhkan upskilling. ”Jadi langsung ke target. Bukan lagi mereka yang sudah bagus dari sisi pekerjaan dan kekayaan tapi masih dapat (kartu prakerja, red),” tegasnya.


Selain itu, pemerintah didesak untuk tak lagi memakai pihak ketiga dalam pelaksanaan program prakerja tahun ini. Mengingat, kata dia, pemerintah sudah memiliki balai latihan kerja (BLK) di daerah. Harusnya, BLK-BLK ini dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.


”Jangan disubkontraktorkan lagi. Sudah saatnya pemerintah memunculkan BLK-BLK yang dimiliki,” pungkasnya. (nad)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)