Kemenag Samarinda Temukan 22 Pesantren Belum Terdaftar Resmi, Pendataan Ulang Dimulai

$rows[judul] Keterangan Gambar : Tim SAR gabungan membawa kantong berisi jenazah korban insiden mushala pondok pesantren Al Khoziny, Buduran, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, (kompas.com)

SAMARINDA, Denai.id — Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Samarinda mulai melakukan pendataan ulang terhadap seluruh pondok pesantren (ponpes) di wilayahnya. Langkah ini merupakan tindak lanjut dari instruksi Presiden Prabowo Subianto pasca-insiden ambruknya bangunan pesantren di Sidoarjo, Jawa Timur, yang menelan puluhan korban jiwa.

Pendataan ulang ini bertujuan memastikan kondisi fisik serta legalitas operasional pesantren berjalan sesuai aturan, demi menjamin keselamatan dan perlindungan bagi santri.

22 Pesantren Belum Miliki Izin Operasional

Kepala Kemenag Kota Samarinda, Drs. H. Nasrun, M.H., menyebutkan, dari total 78 pesantren yang ada di wilayahnya, hanya 56 yang telah memiliki izin resmi dari Kementerian Agama. Sementara 22 lainnya belum mengantongi izin operasional.

“Berdasarkan data Emis dari Seksi Pendidikan Pesantren, jumlah pesantren yang telah terdaftar secara resmi di Kemenag Samarinda adalah 56 lembaga. Sedangkan yang belum legal atau belum memiliki izin operasional berjumlah 22 lembaga,” kata Nasrun, Selasa (7/10/2025).

Kemenag akan memberikan pendampingan administratif kepada pesantren-pesantren yang belum memiliki izin agar segera melengkapi persyaratan legalitas.

“Kami siap mendampingi agar proses legalisasi berjalan lancar. Karena jika tidak memiliki izin, maka akan berpotensi melanggar hukum,” tegasnya.

Soroti Standar Keamanan Bangunan

Selain legalitas, Kemenag juga menaruh perhatian pada keamanan fisik bangunan pondok pesantren. Ke depan, pembangunan fasilitas pesantren harus melibatkan pihak teknis seperti Dinas PUPR atau konsultan bangunan profesional.

“Kami akan sosialisasikan kepada pimpinan pesantren, bahwa pembangunan fisik tidak bisa dilakukan sembarangan. Harus melibatkan tenaga ahli, agar kejadian seperti di Sidoarjo tidak terulang,” jelas Nasrun.

Pelibatan Santri Harus Bersifat Edukatif

Terkait praktik pelibatan santri dalam pembangunan fisik pesantren, Kemenag Samarinda menilai hal itu boleh dilakukan selama bersifat edukatif dan tidak mengeksploitasi.

“Kalau santri dilibatkan dalam pembangunan, tidak masalah. Asalkan tujuannya untuk melatih kemandirian dan kerja sama, bukan sebagai tenaga kerja utama,” kata Nasrun.

Monitoring dan Sosialisasi Akan Ditingkatkan

Kemenag Samarinda berkomitmen untuk memperkuat pengawasan terhadap operasional dan kondisi fisik pesantren. Dalam waktu dekat, pihaknya akan melakukan monitoring dan sosialisasi kepada seluruh lembaga.

Langkah ini diambil sebagai upaya preventif dan untuk memastikan seluruh pesantren di Kota Samarinda menjalankan operasional sesuai regulasi dan standar keselamatan bangunan. (sh)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)