Jenis Alihdaya Bakal Diatur dalam Peraturan Pemerintah

$rows[judul] Keterangan Gambar : Pengesahan undang-undang cipta kerja kerap mendapat penolakan dari pekerja.

JAKARTA, denai.id – Kementerian Ketenagakerjaan kembali buka suara terkait Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja kemarin (6/2). Kementerian yang dipimpin Ida Fauziah itu menyebut tengah menggodok revisi peraturan pemerintah (PP) yang menjadi turunan perppu yang ramai jadi sorotan itu.


Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Anggoro Putri dalam keterangan kepada media kemarin tak menyebut kapan pastinya PP itu selesai direvisi. Yang pasti, setelah pemerintah menyelesaikan substansi materi revisi, akan dibawa ke Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional yang terdiri dari perwakilan pemerintah, pekerja, dan pengusaha. 


Substansi yang berubah dari adanya Perppu ini, lanjut Putri, ada beberapa hal. Di antaranya, dalam UU Cipta Kerja tidak diatur jenis pekerjaan yang bisa dialihdayakan atau outsourching. Artinya semua jenis pekerjaan dibebaskan. “Perppu ini mengatur pembatasan jenis pekerjaan. Alihdaya dilakukan oleh beberapa jenis pekerjaan yang secara detil akan diatur dalam PP,” ujar Putri.


PP 35 tahun 2021 yang merupakan turunan dari UU Cipta Kerja juga akan diubah. “Kami dalam proses perubahan,” ungkapnya.


Alasan perubahan ini untuk memberi kesempatan bagi pekerja sebagai pekerja tepat. Kalau di UU Cipta Kerja, perusahaan memiliki peluang untuk tidak mengangkat karyawannya menjadi pekerja tetap.


Selanjutnya yang berubah adalah terkait upah minimum. Formula pengupahan yang sebelumnya diatur dari Permenaker No 18 tahun 2022 dan diterapkan tahun ini tidak sepenuhnya digunakan. PP 36/2021 terkait pengupahan yang merupakan turunan UU Cipta Kerja menurut Putri akan diubah pula.


“Yang menarik di Perppu ini, pemerintah pusat dapat menetapkan upah minimum (daerah) yang sedang terjadi bencana nasional,” ucapnya.


Menaker Ida Fauziah pada kesempatan lain menyebutkan perubahan substansi ketenagakerjaan  mengacu pada hasil serap aspirasi UU Cipta Kerja yang dilakukan pemerintah di beberapa daerah. Di antaranya di Manado, Medan, Batam, Makassar, Jogjakarta, Semarang, Balikpapan, dan Jakarta. Bersamaan dengan itu telah dilakukan kajian oleh berbagai lembaga independen.


”Pertimbangan utamanya adalah penciptaan dan peningkatan lapangan kerja, pelindungan pekerja/buruh dan juga keberlangsungan usaha,” ungkapnya.


Koordinator BPJS Watch Timboel Siregar secara terpisah menyatakan Perppu anyar ini tidak tepat jika disebut memberikan perlindungan pada pekerja dan pengusaha. Dia menyoroti munculnya bab mengenai alihdaya yang nantinya secara teknis diatur dalam PP. “Akan membuka ruang bebas kepada pemerintah mengatur dan merevisinya sehingga menciptakan ketidakpastian bagi pekerja dan pengusaha,” ujarnya. (nad) 

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)