WAIGEO, denai.id - Meninggalkan segala kenyamanan dan hiruk pikuk kota besar. Josepha, 28 tahun, memilih jalan yang berbeda untuk mengabdi sebagai perawat. Ia memutuskan untuk menjadi relawan dan bekerja di pedalaman nusantara bersama Rumah Sakit Kapal Nusa Waluya II yang saat ini beroperasi di Waigeo Utara, Papua Barat Daya.
Saat memutuskan bekerja di atas kapal, tak pernah ia
membayangkan bahwa suatu hari ia akan mendampingi penanganan operasi di ruang
bedah yang kerap bergoyang, akibat hantaman ombak di laut.
"Selama kami pelayanan kurang lebih sekitar 3 minggu
itu kami dihantam dengan ombak," ujar Josepha. Ia bercerita hantaman ombak
tersebut bagi awak kapal dianggap sebagai alun, namun untuk pekerja medis itu
menjadi tantangan sendiri dalam melaksanakan aktivitas pelayanan mereka.
"Saat ada ombak, kami ada beberapa pasien operasi dan
harus melakukan tindakan tersebut. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi kami
saat bekerja di atas kapal, yakni ombak yang harus kami hadapi,"
lanjutnya.
Josepha telah bergabung menjadi relawan RS Kapal Nusa Waluya
II selama 2 tahun. Ia memilih menjadi relawan untuk mengikuti panggilan hatinya
melayani masyarakat yang kesulitan mendapatkan akses kesehatan.
Pengalaman lain yang ia ingat adalah, ketika harus merawat pasien berusia lanjut yang sudah tidak punya siapa-siapa. "Ia datang sendiri ke rumah sakit, dan pastinya itu sudah harus berjuang untuk mencapai ke sini. Ada masalah di pernafasannya dan pasien tidak punya keluarga sama sekali. Sebagai perawat, di sini saya terasa menjalani profesi saya sesungguhnya. Merawat pasien tersebut hingga akhirnya pasien bisa kembali sembuh."
Cerita lain juga datang dari Parlin, 28 tahun, yang
berprofesi sebagai apoteker. Datang jauh dari Jember, Jawa Timur, dan pertama kali
menginjakkan tanah Papua. Bagi Parlin, mungkin kontribusinya kepada para pasien
tidak sebesar jasa perawat dan dokter. Namun, ia tetap berusaha melayani
sepenuh hati para pasien, yang rata-rata kesulitan berbahasa dan mengerti
perawatan yang harus dilanjutkan.
"Kita harus menjelaskan kepada mereka dengan sabar dan
perlahan, agar pengobatan yang diberikan bisa dimengerti," sebutnya. Kesabaran
Parlin melayani pasien ini berbuah manis. "Soalnya pasien benar-benar
memberikan kita buah-buahan untuk mengucapkan terima kasih. Ini apresiasi yang
tidak pernah kita dapatkan sebelumnya di kota-kota, jadi satu sisi ini sangat
menyentuh bagi saya," ujarnya.
Pemberian buah-buahan dan hasil bumi ini tidak sekali dan
dua kali dilakukan para pasien kepada para relawan. Diberikan sebagai ucapan
terima kasih, karena para pasien tidak perlu membayar biaya perawatan dan
pengobatan. Sehingga mereka kerap kembali kunjungi RS kapal hanya untuk
mengirimkan buah-buahan sebagai ucapan terima kasih.
Inspirasi menjadi relawan di pedalaman juga menyentuh
seorang dokter muda dari Jakarta, Gavriel Gregorio Singgih, 26 tahun.
Keinginannya untuk mengabdi sudah ia pendam sejak 2019, "Waktu itu saya
masih Koas kedokteran, dan melihat bagaimana RS kapal ini berlayar ke pelosok
menghampiri masyarakat yang membutuhkan akses kesehatan. To reach and reachable
menjadi motivasi saya bergabung," katanya.
Josepha, Parlin, dan Gavriel adalah sebagian dari 35 relawan
tenaga medis yang rela meninggalkan kenyamanan untuk mengabdi di RS Kapal.
Termasuk di antaranya dokter spesialis, dokter umum, perawat, apoteker, dan
bidan.
Di tengah desiran angin laut dan debur ombak yang tak pernah
berhenti, Josepha dan relawan lainnya belajar satu hal, bahwa pengabdian sejati
kadang datang lewat perjalanan yang tidak tenang, namun penuh makna.
RS Kapal Nusa Waluya II hadir di Waigeo Utara, Papua Barat
Daya dan beroperasi selama 60 hari, sejak 10 Juni 2025 hingga Agustus
mendatang, dengan target melayani hingga sebanyak 10 ribuan warga dari tujuh
distrik di area tersebut tanpa biaya sama sekali.
RS Kapal ini beroperasi dari hasil kolaborasi PT Pertamina International Shipping (PIS) dan doctorSHARE. "Ini merupakan kedua kali kami bekerja sama dengan doctorSHARE untuk hadirkan RS kapal ke pelosok nusantara. Kerja sama ini berangkat dari keyakinan kami bahwa setiap orang, dimanapun berada, berhak atas layanan akses kesehatan yang layak," ujar Corporate Secretary PIS Muhammad Baron, Jumat (11/7).
Bagi PIS, lanjutnya, program CSR yang berada di bawah payung
"BerSEAnergi untuk Laut" ini merupakan cerminan semangat perusahaan
untuk senantiasa menyalurkan energi kebaikan ke penjuru negeri, melalui lautan.
"Kami percaya, untuk mendorong kemajuan bangsa tak
hanya soal pelayanan logistik dan kapal untuk menggerakkan ekonomi. Tapi juga
hadir secara nyata ke masyarakat, untuk memberikan pelayanan yang lebih baik
dan bermanfaat bagi sesama," kata Baron. (nad)
Tulis Komentar