BALIKPAPAN, denai.id - Di sebuah butik emas di kawasan Klandasan, Balikpapan, suara dering bel pintu terdengar nyaring tiap beberapa menit. Satu per satu pengunjung masuk dengan tujuan yang hampir sama: membeli emas batangan.
Dari seorang pegawai swasta muda hingga ibu rumah tangga,
mereka tampak sabar menunggu giliran dilayani, sesekali menatap papan harga
digital yang terus bergerak. Angka terbaru pada Kamis (10/7) membuat banyak
dari mereka terperangah: Rp1.902.000 per gram. Padahal awal tahun lalu, harga
emas batangan keluaran Logam Mulia Antam masih bertengger di sekitar Rp1,5
jutaan.
“Kalau nunggu lagi nanti tambah mahal, mending dicicil aja,”
ucap Fadilah (29), seorang pegawai BUMN yang mengaku baru dua bulan terakhir
mulai menabung emas.
Lonjakan harga emas hingga hampir 25 persen dalam tujuh
bulan terakhir tak hanya menggoda pelaku pasar besar. Masyarakat kelas menengah
pun mulai melihat emas sebagai pegangan masa depan yang lebih aman dibanding
tabungan biasa.
Fenomena ini juga tercermin dari lonjakan transaksi di Bank
Syariah Indonesia (BSI). Hingga Mei 2025, pembiayaan cicil emas BSI mencapai
Rp8,89 triliun atau naik 175 persen dibanding tahun lalu, sedangkan gadai emas
menembus Rp7,54 triliun.
Direktur Sales & Distribution BSI Anton Sukarna menyebut
tren ini tak lepas dari minat masyarakat untuk mengelola keuangan secara lebih
syariah. “Banyak orang kini sadar pentingnya menyimpan emas bukan hanya sebagai
perhiasan, tapi benar-benar sebagai proteksi masa depan. Dan skema kami
syariah, aman, serta fleksibel,” ujarnya.
BSI sendiri menyediakan pilihan cicilan hingga lima tahun,
pembelian emas digital mulai dari 0,1 gram di aplikasi BYOND, hingga layanan
gadai untuk kebutuhan dana cepat. Dalam BSI International Expo 2025 yang digelar
akhir Juni lalu, total transaksi emas mencapai Rp17,4 miliar hanya dalam empat
hari.
Para pengamat melihat pergeseran perilaku masyarakat ini
cukup menarik. Jika dulu emas identik dengan perhiasan sebagai simbol gengsi,
kini emas batangan lebih dipandang sebagai strategi jangka panjang. Data
menunjukkan konsumsi emas per kapita masyarakat Indonesia masih sekitar 0,16
gram, jauh di bawah Singapura dan Malaysia.
BSI pun kini gencar menyasar para pegawai penerima gaji di
BSI agar mulai mencicil emas sejak dini. “Tidak perlu menunggu punya uang
banyak, sekarang mulai dari Rp100 ribuan sudah bisa punya emas,” jelas Anton.
Di sudut butik emas Klandasan tadi, Fadilah menggenggam slip
pembelian sambil tersenyum kecil. “Kalau sudah satu gram saja cukup buat
motivasi. Lama-lama bisa jadi modal rumah nanti,” katanya sambil melangkah
keluar, menyimpan batangan emas mungilnya di dalam tas. (nad)
Tulis Komentar