JAKARTA, denai.id – Delapan partai politik yang
menolak wacana sistem proporsional tertutup nampaknya memiliki pertimbangan
tersendiri. Jika sistem itu diterapkan, parpol dengan party ID yang lemah
potensial untuk tergusur.
Sederhananya, party ID merupakan tolok ukur
sejauh mana kedekatan rakyat atau pemilih mengidentikkan diri dengan sebuah
parpol. Pakar politik Ahmad Khoirul Umam menyatakan, saat ini ada parpol dengan
party ID yang kuat. Baik karena kedekatan idealisme atau kharisma pemimpin.
Sebaliknya, ada partai yang memiliki party
ID yang lemah. Dosen Universitas Paramadina itu menyatakan, pemberlakuan sistem
proporsional tertutup akan menguntungkan PDIP yang memiliki party ID kuat. Di
sisi lain, kekuatan parpol seperti Partai Golkar bisa jadi akan tergerus
signifikan, karena adanya varian kekuatan politik atau faksi di internal
beringin.
''Sistem proporsional tertutup juga
berpeluang membunuh PAN dan PPP, karena terbatasnya party ID dan tokoh
kharismatik di dalamnya,'' ujarnya kemarin (9/1).
Menurut Umam, penolakan delapan partai terhadap proporsional tertutup merupakan bentuk perlawanan terbuka terhadap operasi pengembalian sistem kekuasaan yang sentralistik.
Uji materi di MK itu
ternyata berhasil mengonsolidasikan partai pemerintah dan partai oposisi untuk
bersatu, mendukung agar sistem proporsional terbuka tetap berlaku.
Menurut dia, proporsional terbuka merupakan
hasil kesepakatan politik antar parpol yang berlaga di pemilu. Upaya operasi
politik-hukum melalui gugatan MK menjadi cara yang paling mudah, murah, dan
efektif untuk mengambilalih kontrol kekuasaan nasional dalam genggaman elite
tertentu.
Karena itu, independensi MK dan soliditas
delapan parpol di Senayan dipertaruhkan. Jika MK mengabulkan uji materi sebelum
tahap pencalonan misalnya, hal itu bisa mengacaukan sejumlah parpol.
''Persiapan dan strategi internal partai-partai politik menuju Pemilu 2024 juga
akan kacau,'' urainya.
Ujang Komarudin, pengamat politik dari
Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) meminta MK jangan sampai bermain mata
dalam mengambil keputusan. Tidak boleh ada permainan dan intervensi dalam
putusan. ''Sebenarnya mudah bagi MK. Putuskan saja seperti sebelumnya, karena
MK pernah memutus perkara yang sama pada 2008,'' ujarnya.
Sementara itu, Komisioner KPU RI Mochammad
Afifuddin menegaskan, pihaknya tunduk terhadap ketentuan UU Pemilu. Apapun
sistem yang berlaku itu yang akan digunakan.
Dia menerangkan, pernyataan Ketua KPU
Hasyim Asy'ari terkait sistem proporsional tertutup tak lepas dari konteks
adanya gugatan di MK. ''Pak ketua itu kan hanya menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi,'' ujarnya di Kantor KPU RI
Jakarta.
Meski MK sudah pernah memutus sistem pemilu
adalah proporsional terbuka, bukan tidak mungkin sikap itu berubah. Berkaca
dari gugatan verifikasi partai, MK juga mengubah sikap terhadap putusan
sebelumnya.
Dia menambahkan, dalam persidangan di MK
nanti, KPU akan memberikan pandangan dari sisi teknis. Apa saja kelebihan dan
kekurangan dari masing-masing sistem. Mengingat baik sistem proporsional tertutup
maupun proporsional terbuka pernah dijalankan di Indonesia.
Juru Bicara Mahkamah Konstitusi Fajar
Laksono mengatakan, sidang lanjutan uji materi UU Pemilu akan dilakukan Selasa
(17/1) depan. Dalam persidangan nanti, MK akan mendengarkan keterangan DPR,
Presiden dan KPU sebagai pihak terkait. (nad)
Tulis Komentar