Investigasi Dua Kasus Baru Gagal Ginjal Akut, Diduga karena Obat

$rows[judul] Keterangan Gambar : Pemerintah melakukan investigasi terkait penyebab gagal ginjal akut pada anak.

JAKARTA, denai.id – Dinas Kesehatan (Dinkes) DKI Jakarta mengonfirmasi adanya temuan baru dugaan kasus gagal ginjal akut misterius pada anak (acute kidney injury/AKI). Saat ini dinkes melakukan proses investigasi.

”Artinya, diperiksa kemungkinannya. Apakah dari riwayat obatnya atau misalnya memang karena penyakit sendiri, progresif aktivitas dari penyakitnya sendiri,” kata Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes DKI Dwi Oktavia kemarin (5/2).

Dia mengatakan, hasil investigasi itu akan dilanjutkan dengan penyelidikan epidemiologi penyakit tersebut. ”Sambil kami juga mengumpulkan data dukungnya. Misalnya, sampel obat dan sebagainya. Sama seperti (proses, Red) yang sebelumnya,” imbuhnya.

Lantaran masih berproses, Dwi belum bisa memastikan bahwa dua kasus tersebut terkonfirmasi gagal ginjal akut misterius. Pihaknya harus mengumpulkan data riwayat sakit pertama anak hingga riwayat minum obat anak. ”Kami juga sambil berusaha mengumpulkan sampel kalau memang ada riwayat minum obat sambil paralel dengan proses medis lainnya,” terang dia.

Dwi mengakui, satu di antara dua pasien yang diduga mengalami gagal ginjal akut itu meninggal dunia. Satu lainnya masih menjalani perawatan dan pemantauan medis.

Kasus AKI sempat menghebohkan pada akhir tahun lalu. Sejak awal 2022 hingga 31 Oktober lalu, ada 323 kasus anak yang terindikasi AKI. Sebanyak 190 di antaranya meninggal dunia.

Melihat banyaknya korban, BPOM dan Kemenkes akhirnya mengeluarkan surat edaran terkait larangan memberikan obat sirup kepada anak yang demam.

Konon, kandungan etilena glikol (EG) dan dietilena glikol (DEG) yang melebihi ambang batas jadi penyebab AKI. Jika terlambat ditolong, AKI bisa mengakibatkan kematian.

Setelah pelarangan tersebut, kasus AKI terus turun. Pada November sudah tidak ada laporan kasus. ”Kasus langsung nol saat pelarangan meresepkan obat sirup,” kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kementerian Kesehatan Siti Nadia Tarmizi.

Sejak kasus mulai hilang, tidak ada laporan lagi. Rumah sakit juga sudah mengerti jika ada anak tidak kencing atau urinasinya menurun setelah minum obat sirup, segera dilaporkan.

Pasien harus segera dirujuk sedini mungkin untuk dilakukan cuci darah. ”Pengawasan obat ada di BPOM,” kata Nadia.

Kemenkes tidak memiliki kewenangan untuk mengawasi obat yang ada. Pasca pelarangan pemberian obat sirup untuk anak, BPOM mulai menyelidiki mana yang kandungan EG atau DEG-nya melebihi ambang batas.

Apabila tergolong aman, BPOM memberi rekomendasi untuk diresepkan lagi dan digunakan sesuai dosis. (nad)

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)