TENGGARONG, denai.id - Prosesi ngulur naga dan
belimbur menandai puncak ritual Erau Adat Pelas Benua Kutai Kartanegara 2023
dengan mengangkat tema “Semangat IKN Nusantara, Menjaga Adat dan Tradisi
Budaya”. Kegiatan ini dipusatkan di halaman Keraton/Museum Mulawarman,
Tenggarong, Minggu (1/10).
Prosesi Ngulur Naga dan Belimbur merupakan
salah satu ritual sakral dalam upacara Adat Erau. Pada ritual ini, rombongan
utusan Keraton Kutai Kartanegara Ing Martadipura akan mengarak sepasang replika
naga laki dan naga bini untuk dilepaskan di Kutai Lama (Kecamatan Anggana)
tempat asal muasal legenda sang naga tersebut.
Belimbur tak hanya berlangsung di sekitar
Museum Mulawarman tetapi juga terjadi di setiap sudut kota Tenggarong. Di
jalan-jalan kota yang berjuluk Kota Raja tersebut, masyarakat saling menyiram
air untuk membersihkan diri. Ada syarat dalam kegiatan adat ini yakni
masyarakat yang disiram tidak diperkenankan untuk marah dan semuanya harus
basah dan riang gembira yang diartikan dalam Belimbur adalah pembersihan diri.
Bupati Kutai Kartanegara Edi Damansyah dalam
sambutan tertulisnya dibacakan Asisten I Setkab Kukar Akhmad Taufik Hidayat
mengatakan Prosesi Ngulur Naga dan Belimbur menjadi penanda puncak Erau Adat
Pelas Benua 2023.
Prosesi Mengulur Naga dengan mengarak replika
Naga Laki dan Naga Bini dari Keraton Kesultanan Kutai Kartanegara ing
Martadipura di Kecamatan Tenggarong menuju ke Desa Kutai Lama, tubuh dari
replika Naga Laki dan Naga Bini dilarung ke Sungai Mahakam di Kutai Lama,
sementara kepala dan ekor replika naga akan disemayamkan kembali di Keraton
Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura.
Edi mengatakan, belimbur merupakan proses
upacara adat yang dilakukan untuk menyucikan diri Sultan Kutai Kartanegara ing
Martadipura dari pengaruh jahat yang prosesinya diawali oleh Sultan dengan
memerciki tubuhnya menggunakan Air Tuli (air suci dari perairan Kutai Lama)
dengan Mayang Pinang, serta memerciki Air Tuli ke empat penjuru mata angin yang
dilanjutkan dengan memercikkan air dengan tangannya kepada para kerabat serta
orang-orang yang terdekat dengannya.
Ritual ini dilakukan pula secara bersama-sama
oleh seluruh rakyat Kukar dan para pengunjung untuk mendapatkan penyucian diri
dan perlindungan diri dari unsur-unsur jahat, baik yang berwujud maupun tak
berwujud.
Makna sakral dari puncak pelaksanaan Erau
ialah agar Sultan Kutai Kartanegara ing Martadipura dan orang-orang di
sekitarnya, serta rakyat Kutai Kartanegara secara umum mendapatkan keberkahan,
keselamatan, dan terhindar dari malapetaka.
Hal ini dapat pula bermakna upaya Sultan Kutai
Kartanegara ing Martadipura untuk menegakkan kebenaran, baik yang tersurat
maupun tersirat, memiliki ikatan dengan kekuatan magis yang dipercayai dalam
adat istiadat yang berkembang di wilayah Kukar serta memberi isyarat penerimaan
pada pancaran kekuatan spiritual bagi siapapun yang mengikuti prosesi ritual
adat Erau.
Edi juga mengatakan, Erau sebagai festival
rakyat membuktikan kekayaan dan keragaman budaya yang dimiliki masyarakat Kutai
Kartanegara secara khusus dan bangsa Indonesia secara umum. Erau tersebut
merepresentasikan identitas bangsa Indonesia melalui kearifan lokal masyarakat
Kukar serta bagaimana antusiasme masyarakat dalam merawat nilai-nilai adiluhung
dari tradisi dan budaya yang dimilikinya.
Menurut Edi, even Erau bagi Pemkab Kukar
merupakan ruang terbuka yang tersedia bagi masyarakat Kukar dalam menampilkan
jati diri serta mengaktualisasikan seni dan budayanya guna meningkatkan kunjungan
wisatawan ke Kabupaten Kukar, terutama agar perekonomian masyarakat Kukar terus
bergerak.
Selain itu, even Erau juga menjadi potensi
penggerak peningkatan pariwisata di wilayah Kaltim serta akan menjadi citra
eksklusif yang membanggakan bagi masyarakat Kaltim dan berdirinya Ibu Kota
Negara (IKN) Nusantara di wilayah Kaltim di masa yang akan datang.
Edi mengutip salah satu pasal dalam
Undang-Undang (UU) Panji Selaten Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
yang menyebutkan bahwa “Siapa-siapa yang ada di Tanah Kutai dan teluk
rantaunya, meminum air dan diam berusaha dalam daerahnya, tiada menjunjung
akannya atau hukum ini, akan dihukum oleh Tanah Kutai serta adatnya”.
Guna menjaga kesakralan adat Erau yang secara
esensial merupakan ritual untuk memelas (tepong tawar) tanah, hutan, dan air
agar rakyat mendapat kemakmuran dan kesejahteraan maka seyogianya setiap orang
menjaga sikap kepatutan dalam prosesi ritual adat Mengulur Naga dan Belimbur
ini.
“Saya meminta masyarakat untuk tetap menjaga
dan junjung tinggi marwah adat Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura
dengan menjaga etika serta kaidah bersikap secara normatif dalam upacara Erau
Adat Pelas Benua tahun 2023 ini, sehingga Erau dapat terlaksana dengan lancar,
aman, dan tertib,” pintanya. (adv/nul)
Tulis Komentar