Gunakan Teknologi SPBE untuk Intervensi Stunting

$rows[judul] Keterangan Gambar : Petugas memeriksa kesehatan salah satu anak.

JAKARTA,  denai.id - Stunting masih menjadi pekerjaan rumah pemerintah. Kali ini, pemerintah akan mencoba mengintervensi dengan penerapat teknologi menggunakan sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE). Rapat terbatas untuk membahas hal ini pun dilakukan kemarin (2/1) di Istana Merdeka.


Seusai rapat, Menteri Kesehatan  Budi Gunadi Sadikin meminta  kabupaten/kota nanti didorong penerapan SPBE dan berkoordinasi dengan MenPAN-RB. Jokowi menyarankan agar ditentukan di bawah koordinasi Bapak Wapres, Menko PMK, dan Kepala BKKBN, untuk memilih kabupaten/kota yang akan diberikan intervensi.


Kriterianya  kabupaten/kota tersebut sudah baik nilai SPBEnya dan angka stuntingnya tinggi. SPBE merupakan transformasi digital untuk mengintegrasikan layanan instansi pemerintah pusat hingga daerah. Dengan penerapan SPBE, maka dapat memangkas biaya dan waktu. Dengan sistem ini, data dari masyarakat akan terkumpul dan dianalisa guna menentukan kebijakan yang tepat.


"Sumedang merupakan salah satu kabupaten yang baik penerapan SPBEnya," kata Budi. Dengan data dari SPBE dapat menurunkan stunting.Menurut Budi, data dari SPBE diimplementasikan ke beberapa program penurunan stunting.  Pada 2018 angka stunting di Sumedang 32,2 dan pada 2022 turun menjadi 8,27.


Budi juga mengatakan bahwa Kepala Negara menginstruksikan Bupati Sumedang untuk dapat membantu secara langsung daerah-daerah yang masih memiliki angka kasus stunting yang masih tinggi.


”Bukan sebagai pejabat bupati, tapi langsung dikirim ke sana untuk langsung bisa mereplikasi, membantu bupati dan wali kota di daerah-daerah yang nilai stunting-nya masih tinggi tapi nilai SPBEnya mencukupi," ujar Menkes.


Pada kesempatan yang sama Bupati Sumedang Dony Ahmad Munir membeberkan dalam menjalankan sistem pemerintahan, dia menggunakan platform digital. Untuk penanganan stunting diberi nama Simpati. Data hasil penimbangan posyandu tiap bulannya diinput dalam aplikasi ini. “Data lingkar kepala, berat badan, tinggi badan, kemudian di setiap desa itu nanti ada berbagi kendalanya,” ujarnya.


Data ini kemudian dioleh dengan artificial Intelligence (AI). Sehingga data yang keluar sudah termasuk dalam terjemahan data perwilayah. “Jadi penanganan stunting diintervensi tiap desa berbeda,” ucapnya.


Terpisah, kepala BKKBN dr Hasto Wardoyo SpOG mengatakan rencananya aka nada 12 provinsi prioritas yang akan diberikan intervensi ini. Yang dipilih adalah yang angka stuntingnya tinggi. “Dan jumlah penduduknya besar,” ungkapnya. Namun dia belum bisa menyebut provinsi tersebut.


Hasto membeberkan hasil survei terkait pemahaman stunting. 96 persen masyarakat Indonesia tahu arti stunting. Namun baru 61 persen yang tahu bahwa penyebab stunting adalah kekurangan nutrisi.


“Masih ada 50 persen yang tidak percaya bahwa stunting menghambat kognitif anak,” tuturnya saat dihubungi Jawa Pos kemarin. Untuk itu masih perlu dilakukan sosialisasi. (nad) 

Tulis Komentar

(Tidak ditampilkan dikomentar)