KUTAI KARTANEGARA, denai.id - Asosiasi Perusahaan Bongkar Muat
Indonesia (APBMI) menegaskan kegiatan alih muat atau Ship To Ship (STS) Muara
Jawa sudah mengantongi KM Nomor 135 sejak 2016. Artinya wilayah kerja mereka
berada di bawah Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (KUPP) Kelas III Kuala
Samboja.
Pernyataan ini disampaikan Ketua APBMI Kuala Samboja Loeis
Subowo Saminanto. Dia menanggapi kegiatan STS kargo ekspor di Muara Jawa,
Samarinda, yang dipersoalkan Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) dan
Dewan Pemakai Jasa Angkutan Laut Indonesia (Depalindo).
Loeis mengatakan, buruh bongkar muat yang bekerja di STS
Muara Jawa mendorong kepabeanan di wilayah pesisir Kutai Kartanegara (Kukar)
yang padat akan aktivitas impor dan ekspor. Pasalnya kapal-kapal asing sering
melakukan kegiatan bongkar muat.
“Meski telah ada peraturan yang menaungi, bea cukai di
wilayah ini masih abu-abu. Sehingga buruh tidak merasakan secara optimal,”
tutur Loeis.
Diterangkan, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
188, wilayah kerja bea cukai STS Muara Jawa masuk di Balikpapan. Karenanya
APBMI sebagai pelaku usaha dan pengguna jasa di sana mendorong terus STS Muara
Jawa memiliki wilayah kepabeanan.
Kata Loeis, sebanyak 875 buruh bongkar muat yang bernaung di
koperasi PKBM Karya Sejahtera menggantungkan penghasilan mereka di pelabuhan
itu. Pada 2019, buruh mendapatkan sekitar 60 vessel per tahun. Saat ini dengan
banyaknya kapal yang bertengger di pelabuhan itu, buruh bisa mencapai 40 vessel
per bulan.
“Angka penghasilan ini sangat berdampak terhadap masyarakat
pesisir Kukar,” imbuh Loeis.
Lebih lanjut disampaikan, dengan kegiatan bongkar muat ini,
negara sangat diuntungkan. Mulai dari kehadiran penerimaan negara bukan pajak
(PNBP) jasa alat sebesar 20 persen. Bila setiap kapal menggunakan stevedoring,
negara bisa mendapatkan Rp37 juta, beserta plotting crane yang saat digunakan
bisa mendapat sampai ratusan juta.
Secara hitungan, Loeis menyebut dengan 40 vessel per bulan.
Puluhan miliar sangat menguntungkan negara, namun buruh tidak
merasakannya.
"Kami mempertimbangkan masyarakat pesisir yang
menggantungkan nasib ekonomi disitu. Patut diingat, kita di pesisir hingga
lautannya masuk Ibu Kota Nusantara (IKN). Ini adalah tanggung jawab
pemerintahan untuk menghadirkan kepabeanan di tempat kami," tegas Loeis. (nul)
Tulis Komentar