JAKARTA, denai.id – Perbankan syariah di Indonesia
masih dianggap sumber pembiayaan alternatif saat ini. Meski demikian, lembaga
keuangan Islam harus mampu melihat peluang. Serta, terus melakukan literasi
agar bisa menjadi pilihan utama bagi bisnis ritel, manufaktur, energi terbarukan,
infrastruktur, dan konstruksi.
Itulah yang didiskusikan dalam Global Islamic Finance Summit (GIFS) 2023 yang diselenggarakan PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) mulai besok (15/2) dan lusa (16/2). Event tersebut sekaligus mempromosikan dan memanfaatkan peluang investasi dalam instrumen keuangan syariah.
Serta, membahas secara komprehensif tantangan industri keuangan
syariah di tengah ancaman resesi global.
Executive Vice President Corporate Finance
and Solution BSI Indra Kampono menuturkan, industri keuangan dan perbankan
syariah tanah air harus lincah (agile) agar mampu beradaptasi terhadap berbagai
perkembangan ekonomi syariah di mancanegara. Walau, ekonomi global diprediksi
mengalami resesi.
BSI melihat adanya peluang ekosistem ekonomi syariah dapat menjadi akselerator dalam menciptakan pemerataan ekonomi dan ketahanan nasional.
”Mengingat, besarnya potensi bisnis yang dapat mendukung
agenda pembangunan nasional dan sustainability global,” ujarnya.
Tahun ini Bank Indonesia (BI) memproyeksikan sektor prioritas halal value chain (HVC) tumbuh 4,5–5,3 persen. Terdiri atas sektor pertanian, makanan dan minuman halal, fashion muslim, serta pariwisata ramah muslim.
”Diikuti dengan pertumbuhan pembiayaan perbankan syariah sebesar 14 persen sampai 16 persen,” jelas Deputi Gubernur BI Juda Agung.
Sementara itu, Advisor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Ahmad Buchori mengungkapkan, pertumbuhan aset, pembiayaan, dan dana pihak ketiga (DPK) bank syariah lebih tinggi ketimbang bank konvensional. Aset perbankan syariah tumbuh 16,63 persen; pembiayaan naik 20,44 persen; dan DPK mencapai 12,93 persen. ”Meski pangsa pasarnya hanya 7,09 persen,” ungkapnya. (nad)
Tulis Komentar